Jakarta, CNN Indonesia -- Mencari sistem pendidikan terbaik bagi anak di bawah umur, terutama yang berkaitan dengan belajar membaca, menulis dan menghitung (calistung) bisa dibilang gampang-gampang susah. Perdebatan di jagat maya Twitter baru-baru ini memunculkan pelbagai pandangan terkait pembelajaran.
Sejumlah pendapat menyebut anak tak perlu dipaksa untuk calistung apalagi saat usianya baru menginjak dua atau tiga tahunan. Tapi, yang terjadi justru banyak orang tua yang gemar memaksa anaknya calistung.
Kania Herni Wulandari contohnya, seorang ibu muda yang telah dikarunia dua orang anak kerap dicemooh sebagai mama malas di daerah tempat dia tinggal,di salah satu Desa di Ciamis.
Dia tak mengajarkan anak keduanya belajar calistung sejak usia 2 tahun. Padahal Kania yang kini berusia 26 tahun punya alasan sendiri tak memaksa anak keduanya itu belajar calistung hingga kini genap berusia 4 tahun dan sudah mulai masuk TK.
"Liat Aa-nya, si Alif (anak pertama) yang saya ajarkan calistung sejak umur tiga tahunan, sekarang malah jadi malas belajar, takut sama matematika karena katanya suka diomelin mamanya, diomelin saya dulu," kata Kania yang telah menikah sejak usia 18 tahun, bercerita kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Kekey, nama putrinya, sengaja tak dipaksa belajar calistung. Kekey hanya diberi bekal pengetahuan sesuai minat dan keinginannya. Untuk belajar hitung-hitungan atau membaca misalnya, Kania sengaja mengajarkannya melalui permainan, dari mulai tebak kata atau hitung bola di bak air ketika berenang setiap pagi.
"Dia kan jadi senang, Aa-nya dulu dipaksa sekarang malah benci banget sama matematika," kata Kania
Cerita Kania yang memang belajar dari pengalaman dan berbekal riset di dunia maya mungkin kisah satu dari sekian banyak ibu muda yang sempat memaksakan kehendak karena ingin anaknya pintar tapi justru malah mendapatkan hasil sebaliknya. Lalu, bagaimana sistem pembelajaran yang sebaiknya diberikan pada anak balita di Indonesia?
Bukan kabar mengejutkan jika negara Finlandia disebut sebagai role model pendidikan dunia. Anak-anak di negara itu tak dipaksa belajar mati-matian untuk mendapat nilai tertinggi, mereka justru diberi waktu seimbang antara belajar dengan menjalani kehidupan sehari-hari.
Finlandia menganut asas seimbang. Dari mulai pendidikan, kerja, hingga bermain. Tak ada yang kelebihan waktu atau kekurangan waktu dari unsur-unsur utama kehidupan ini. Mereka juga menerapkan sistem bermain sambil belajar bagi anak-anak usia dini.
Psikolog anak, Alzena Masykouri menyebut negara-negara yang memiliki sistem pendidikan bagus sebenarnya telah menyiapkan anak untuk belajar akademik sejak usia dini. Namun, cara mereka bukan memaksa tapi membuat anak menyukainya. Caranya adalah dengan kegiatan-kegiatan pra-calistung yang memang dekat dengan kehidupan.
"Seperti memasang dan melepas kancing baju, menuang air dari teko ke gelas, menalikan tali sepatu, menjepit jemuran, melakukan aktivitas secara tertib, mendengarkan cerita, dan hal lainnya," kata Alzena saat dihubungi.
Semua hal ini kata dia, dilakukan sejak dini tanpa embel-embel belajar membaca menulis dan berhitung.
Jumlah Siswa Fase F
Jumlah Siswa Fase E
Ruang Belajar
Kegiatan siswa
1. PENGURUS OSIS
Jumlah Siswa Kelas XII
Jumlah Guru
KESISWAAN
Membuat anak-anak bisa berkata jujur adalah permulaan pendidikan.
Negara maju adalah negara yang pemudanya berpendidikan.